Hairunnisa : Kedudukan Wanita Dalam Agama

  • 12:00 WITA
  • Admin FST
  • Artikel

Annisa Pammusu
Pandangan dunia dan ideology manusia berkaitan erat dengan pandangan yang disodorkan oleh agama yang dipeluknya. Dalam berbagai hakikat wujud dan substansi yang dimilikinya, pemeluk suatu agama mempunyai perspektif terhadap agama berupa serapan pikiran atas apa yang dibaca atau didengarnya. Ketika proses penerimaan kebenaran terhadap konsep agama tidak dibarengi dengan koreksi dan kritik maka kemungkinan kesalahan memperspektifkan berbagai substansi wujud akan semakin melebar. Kesalahan perspektf terhadap konsep di dalam agama telah sampai pada pembahasan perempuan, yang oleh sebagian kalangan masih dianggap tabu.
            Dalam ajaran yahudi, martabat wanita sama dengan pembantu. Ayah berhak menjual anak perempuan kalau ia tidak mempunyai saudara laki-laki. Ajaran mereka menganggap wanita sebagai sumber laknat karena dialah yang membuat Adam terusir dari surga.
          Dalam pandangan pemuka/pengamat Nasrani ditemukan bahwa wanita adalah senjata iblis untuk menyesatkan manusia. Pada abad ke-5 masehi diselenggarakan suatu konsili yang membicarakan apakah wanita mempunyai ruh atau tidak, akhirnya disimpulkan bahwa wanita tidak mempunyai ruh yang suci. Bahkan pada abad ke-6 Masehi diselenggarakan suatu pertemuan untuk membahas apakah wanita manusia atau tidak. Dari pembahasan itu disimpulkan bahwa wanita adalah manusia yang diciptakan semata-mata untuk melayani laki-laki. Sepanjang abad pertengahan, nasib wanita tetap sangat memprihatinkan, bahkan sampai tahun 1805 Undang-undang Inggris mengakui hak suami untuk menual istrinya. Dan sampai tahun 1882 wanita Inggris belum juga memiliki hak pemilikan harta benda secara penuh dan hak menuntut pengadilan.

Ketika Elizabeth Blackwill, dokter wanita pertama di dunia menyelesaikan studinya di geneve University pada tahun 1849, teman-temannya yang satu tempat tinggal dengannya melakukan pemboikotan dengan dalih bahwa wanita tidak wajar memperoleh pengajaran. Bahkan ketika dokter Elizabeth bermaksud mendirikan Institut Kedokteran untuk wanita di Philadelphia AS, ikatan dokter setempat mengancam akan memboikot semua dokter yang bersedia mengajar disana.

Wanita dalan pendangan Kristen dan Katolik

"Tidaklah Adam yang tertipu tapi Hawalah yang tertipu sehingga ia termasuk dalam kesalahan", (I timotius 2:4). Inilah tuduhan abadi Injil terhadap perempuan. Bukankah mereka berdua sama-sama memakan buah terlarang itu? Padahal menurut Al-Qur'an keduanya sama-sama bersalah, kemudian tobat dan diampuni oleh ALLAH. Itulah ayat Alkitab yang menyebabkan wanita terhina dan terkutuk di dunia barat selama berabad-abad. Grigory The Great berkata,"perempuan itu mempunyai bisa seperti jelatang jahat, seperti singa". Jerome dan Tartahan berkata,"perempuan itu pintun gerbang syaitan". Paus Jeraum mengatakan,"perempuan itu pokok kejahatan dan sumber perdayaan". Marthin Luther pendiri Mazhab Protestan berpesan agar menjauhkan perempuan dari tempat pelajaran. Sebab tidak ada gunanya mendidik perempuan. Akhirnya Paus Cregorius VII member keputusan,"para padre Kristen dilarang keras beristri, karena meraba tubuh perempuan itu najis".

Pembahasan perspektif gender  dalam Islam telah muncul sejak kelahiran perempuan, namun ketika terjadi benturan dengan tuntutan sosial misalnya, diskursur ini ramai dibicarakan kembali. Banyak hal yang harus diluruskan dalam persepsi masyarakat tentang perempuan terutama anggapan kaum laki-laki lebih utama dari kaum perempuan. Banyak kalangan yang berbicara tentang ketimpangan sosial berdasarkan jenis kelamin. Islam tidak sejalan dengan paham patriarki  yang tidak memberikan peluang bagi perempuan untuk berkarya lebih besar didalam atau diluar rumah. Al-Qur'an tidak mengenalkan konsep dosa warisan dari ibu-bapak umat manusia (Hawa dan Adam) dalam skandal buah terlarang (kuldi) melainkan itu tanggung jawab bersama keduanya. Perbedaan anatomi fisik  dan biologis antara laki-laki dan perempuan tidak mengharuskan adanya perbedaan status dan kedudukan. Dimata   ALLAH semuanya sama, yang membedakan hanyalah amal perbuatan kita sewaktu hidup didunia yang fana ini.